Memiliki sifat "Perfeksionis" dulu sering kali membuat saya cenderung sulit untuk memutuskan beberapa hal dalam kehidupan.
Sebagian itu juga karena takut membuat kesalahan. Padahal membuat kesalahan itu biasa, merupakan bagian dari suatu pembelajaran.
Untuk mengatasinya, saya diajarkan Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) dalam sebuah konseling.
Metode ini mengajarkan pemikiran logika dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan membuang keyakinan palsu yang mengarah pada emosi destruktif.
Emosi destruktif ini dalam jangka waktu yang lama, jika tidak terurai bisa memberikan kontribusi pada gangguan kecemasan dan depresi.
Contohnya: Seseorang memutuskan untuk pindah kerja, lamar kerja, dan akhirnya mendapatkan kerjaan baru.
Sebelum pekerjaan baru itu dimulai, timbul pemikiran seperti:
- Bagaimana jika tidak bisa mengerjakan tugas di tempat yang baru?
- Bagaimana jika atasan kurang bersahabat?
- Bagaimana jika tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan baru?
Daftar pertanyaan tersebut bisa terus bertambah, sehingga bisa membuat orang tersebut cemas.
Untuk mengatasinya, menggantikan pertanyaan dengan solusi:
- Jika tidak bisa mengerjakan tugas, maka masih ada waktu tiga bulan masa percobaan untuk belajar.
- Atasan yang kurang bersahabat mungkin karena tugas tidak diselesaikan sesuai standar. Kalau bekerja sesuai standar, Atasan pasti senang.
- Beradaptasi, memiliki waktu tiga bulan untuk mengenal kolega-kolega, membangun relasi melalui makan siang bersama.
Konon Aspek Fundamental tertentu dari CBT teridentifikasi berasal dari Tradisi Filosofi Kuno, khususnya Stoisisme.
Terdapat satu buku Berbahasa Indonesia yang menjelaskan Stoisisme dengan gamblang dan ringan berjudul "Filosofi Teras" - karya Henry Manampiring, penerbit Gramedia.
Buku ini sangat direkomendasikan, jika teman-teman ingin belajar mengendalikan Emosi destruktif - sehingga hidup lebih BAHAGIA.
Wednesday, May 25, 2022
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment