Dalam satu tahun terakhir, saya menangani klaim sakit kritis dari klien saya — satu di antaranya divonis kanker lambung, yang lain harus menjalani operasi bypass jantung. Tulisan ini bukan tentang perlindungan asuransi atau proses klaim — dua hal yang sejauh ini, selalu beres selama prosedur sesuai ketentuan perusahaan.
Yang ingin saya SOROT adalah: ketika mereka mendengar diagnosa itu, reaksi mereka sama persis — “Ya ampun, kok bisa? Saya sudah 55 tahun, gak pernah rawat inap kecuali waktu melahirkan …” atau “Saya makan sehat, rutin olahraga, hidup bersih — masa bisa kena sakit jantung?”
Saya bukan dokter — saya hanyalah orang layanan, bukan ahli medis. Tapi pertanyaan mereka terus menghantui saya. Kenapa orang sehat, yang menjalani hidup bersih, bisa tiba-tiba mendapat pukulan penyakit berat?
Jawabannya (setidaknya menurut saya) saya temukan dalam buku Healing and Recovery karya David R. Hawkins. Dalam buku ini dikemukakan ide radikal: tubuh fisik bisa menjadi cerminan dari kondisi mental dan spiritual kita. Emosi negatif yang “tertahan” — misalnya rasa bersalah, ketakutan, amarah, stres — bisa bertransformasi menjadi penyakit di level fisik.
Hawkins memberi gambaran bahwa manusia bukan hanya sekedar “tubuh”. Kita adalah gabungan dari Body, Soul and Mind — dan ketiganya berinteraksi. Jika salah satunya terguncang: mental, emosi, atau spirit — dampaknya bisa muncul bertahun-tahun kemudian, dalam bentuk penyakit serius.
Jadi, di luar disiplin medis dan gaya hidup sehat: kita harus menyadari bahwa kesehatan sejati butuh keseimbangan dan pembersihan di level batin dan pikiran. Stress, trauma, beban emosional yang tidak terselesaikan — jangan dianggap remeh. Lukanya mungkin tak kelihatan sekarang, tapi bisa menanti kesempatan untuk “meledak” di tubuh.
Kalau kita terus mengabaikan hal ini — ya, kita seperti berjalan di atas gunung berapi: hari ini tampak normal, tapi bisa saja meledak kapan saja.
Kalau kamu membaca ini dan merasa “ya, mungkin ada hal yang belum aku selesaikan dalam batin/pikiran/spirit” — pertimbangkan untuk berhenti dulu sejenak. Ambil waktu bersih-bersih emosi, refleksi, dan jaga keseimbangan inner world — sebelum sempat menghantam tubuh kita.
Salam menjaga keseimbangan — Tubuh, Jiwa dan Pikiran.
Wednesday, December 03, 2025
Kenyataan di Balik Persepsi!
Kemarin di kantor, saya cuma tersenyum ketika seseorang bilang: “Wah, enak ya, badanmu langsing terus.” Mereka lihat bentuk — bukan proses.
Begitu juga dengan pilihan karier: banyak yang bilang, “Asyik ya, kerjanya fleksibel, pendapatannya nggak sedikit.” Tapi saat saya tawarkan jalan itu ke mereka, tiba-tiba ribuan alasan muncul.
Itulah ironi: semua ingin hasil instan, tanpa mau melihat kerja keras di baliknya. Padahal, setiap prestasi besar — pribadi sehat, karier bagus, penghasilan layak — selalu diawali dari keputusan untuk berubah dan bertindak.
Kalau kamu saat ini masih nyaman dengan status quo, ingat: perubahan sejati hanya datang pada mereka yang mau lahirkan usaha nyata — bukan sekadar berharap. Yukk action! 😊😇😉
Begitu juga dengan pilihan karier: banyak yang bilang, “Asyik ya, kerjanya fleksibel, pendapatannya nggak sedikit.” Tapi saat saya tawarkan jalan itu ke mereka, tiba-tiba ribuan alasan muncul.
Itulah ironi: semua ingin hasil instan, tanpa mau melihat kerja keras di baliknya. Padahal, setiap prestasi besar — pribadi sehat, karier bagus, penghasilan layak — selalu diawali dari keputusan untuk berubah dan bertindak.
Kalau kamu saat ini masih nyaman dengan status quo, ingat: perubahan sejati hanya datang pada mereka yang mau lahirkan usaha nyata — bukan sekadar berharap. Yukk action! 😊😇😉
Subscribe to:
Comments (Atom)

