Wednesday, December 24, 2025

Menemukan Kedamaian di Tengah Arus Perubahan.

Mendekati hari Natal, atmosfer di sekitar kita mulai berubah. Ini adalah penanda alami bahwa sebuah bab sedang tertutup dan lembaran baru siap dibuka. Di tengah hiruk-pikuk kota yang tak pernah tidur, waktu seringkali terasa berlari lebih cepat dari langkah kaki kita.

Namun, mari kita sejenak berhenti dan menyadari bahwa setiap orang melihat musim ini dengan kacamata yang berbeda:
  • Bagi rekan-rekan di Accounting dan Finance, akhir tahun mungkin bukan soal liburan, melainkan deretan angka dan malam-malam panjang demi menutup buku dengan sempurna.
  • Bagi tim Marketing, ini adalah "jam penentuan"—sebuah ujian akhir apakah target yang dikejar setahun penuh akan berbuah manis atau menjadi evaluasi pahit.
  • Bagi para Guru, ini adalah momen jeda untuk bernapas dan mengisi kembali energi setelah berbulan-bulan mendedikasikan diri untuk ilmu.
Di sinilah kita perlu memahami sebuah seni hidup yang penting: Netralitas Mental. Kita perlu menyadari bahwa dalam setiap situasi yang dianggap "terang", selalu ada sisi yang "redup". Begitu pula sebaliknya, di balik situasi yang kita anggap sulit, selalu ada peluang atau keberuntungan bagi orang lain. Tidak ada situasi yang absolut. Sukacita dan tantangan hanyalah dua sisi dari koin yang sama.

Melatih Keseimbangan Batin
Mengapa kita harus bersikap netral? Karena dengan tidak melabeli situasi sebagai "buruk" atau "baik" secara berlebihan, kualitas mental kita akan meningkat.
  • Di hari yang terang: Kita bersyukur tanpa menjadi sombong atau terlena. Kita menikmati keberhasilan dengan kesadaran bahwa ini adalah musim yang akan berganti.
  • Di hari yang redup: Kita tidak perlu hancur. Kita belajar untuk menerima, bertahan, dan mengasah keterampilan baru. Ingatlah, pelaut yang tangguh tidak lahir dari laut yang tenang.
Mari kita hadapi akhir tahun ini dengan hati yang lapang. Apapun posisi Anda saat ini—apakah sedang berpesta atau sedang lembur di balik meja—ingatlah bahwa semua ini adalah bagian dari ritme hidup yang mendewasakan.

Kualitas hidup kita tidak ditentukan oleh situasi yang menimpa kita, melainkan oleh bagaimana cara kita meresponsnya. Selamat Natal dan Menyambut Tahun Baru, Sobat! ❤️

Tuesday, December 16, 2025

Buku yang Mengubah Perspektif.

Selama satu dekade terakhir, ada lima buku luar biasa yang telah membentuk pola pikir saya, mengubah cara saya melihat dunia, diri sendiri, dan tujuan hidup saya. Buku-buku ini bukan sekadar bacaan — mereka telah menjadi sahabat perjalanan, guru tanpa pamrih, dan cermin untuk introspeksi yang lebih dalam.

1. Grit — Angela Duckworth
Buku ini membuka mata saya bahwa kegigihan (grit) — lebih dari sekadar bakat atau kecerdasan — adalah elemen kunci dalam meraih prestasi tinggi. Duckworth menunjukkan bahwa hasrat yang dipadu dengan ketekunan jangka panjang lebih menentukan kesuksesan daripada IQ semata. Konsep ini membantu saya melampaui rasa frustrasi ketika menghadapi kegagalan, dan tetap konsisten mengejar impian saya.

2. The Magic of Thinking Big — David J. Schwartz
Schwartz menantang kita untuk berpikir besar, bukan sekadar aman dan biasa-biasa saja. Buku ini menekankan pentingnya keyakinan kuat, tindakan nyata, dan lingkungan yang mendukung untuk membuka peluang yang lebih besar dalam hidup. Mimpi besar menurutnya bukan sekadar khayalan — tetapi strategi hidup yang harus dipupuk setiap hari.

3. Mindset: The New Psychology of Success — Carol S. Dweck
Dweck memperkenalkan konsep yang sangat revolusioner bagi saya: bahwa pola pikir berkembang (growth mindset) memungkinkan kita melihat kegagalan sebagai kesempatan belajar, bukan sebagai batasan. Dengan mindset ini, kemampuan bukanlah sesuatu yang tetap — melainkan sesuatu yang terus tumbuh melalui usaha dan refleksi.

4. The Answer — Allan & Barbara Pease
Buku ini mengajak kita untuk mengambil kendali penuh atas hidup dengan menata ulang pola pikir kita. Allan & Barbara Pease membahas bagaimana cara membuka sistem saraf kita agar fokus pada peluang dan tujuan yang benar-benar kita inginkan, bukan sekadar reaksi terhadap situasi atau ekspektasi orang lain. Esensinya adalah: ketika kita memilih tujuan dengan jelas, otak kita mencari cara untuk mencapainya.

5. Letting Go — David R. Hawkins
Dalam buku ini, Hawkins menjelaskan seni melepaskan — bukan sebagai bentuk menyerah, tetapi sebagai cara untuk mengurangi reaksi emosional yang menghambat pertumbuhan. Teknik “let go” yang dia ajarkan membantu saya memahami bahwa melepaskan kontrol dan emosi negatif justru membuka ruang untuk ketenangan, kreativitas, dan pertumbuhan spiritual.

Setiap buku di atas telah membantu saya melihat tantangan bukan sebagai hambatan, tetapi sebagai bahan bakar untuk berkembang. Mereka mengajarkan saya untuk berpikir besar, bertahan saat sulit, terus belajar, menetapkan tujuan dengan sengaja, dan melepaskan apa yang tidak bisa saya kontrol.

Kalau kamu punya pengalaman serupa, saya ingin tahu: Apa buku yang paling berpengaruh dalam hidupmu, dan kenapa? Bagikan di kolom komentar atau ceritakan kepada temanmu — karena inspirasi terbesar sering lahir dari cerita yang dibagikan. 📚✨

Monday, December 15, 2025

Investasikan Waktumu untuk Membaca.

Akhir pekan lalu, saya merasa sangat excited karena akhirnya menemukan tribe saya: Saya menghadiri dua acara book club! 🥳 Menemukan komunitas yang se-frekuensi dalam hobi membaca bukan hanya menambah wawasan, tapi juga membuka pintu pertemanan dan koneksi baru yang inspiratif.

💡 Titik Balik Awal: Kekuatan Membaca di Masa SMA Kecintaan saya pada buku dimulai dari sebuah insiden sederhana di SMA kelas satu. Saat itu, saya sakit dan harus izin tidak masuk sekolah. Karena bosan, saya iseng mengambil buku teks Biologi dan membacanya.

Esoknya, tanpa pemberitahuan, guru memberikan ulangan mendadak. Dan hasilnya? Saya mendapat nilai gemilang! ✨

Sejak saat itu, saya menyadari: Belajar tidak cukup hanya mendengarkan di kelas. Kunci penguasaan ilmu adalah inisiatif untuk mencari sumber yang lebih dalam dan detail—yang bisa didapatkan dari buku teks atau sumber terpercaya lainnya.

🚀 Alasan Paling Kuat: Mengakselerasi Pembelajaran Diri
Dalam dua tahun terakhir, saya menemukan alasan yang jauh lebih mendalam mengapa kita perlu membaca.

Kita semua setuju: Pengalaman adalah guru terbaik.

Namun, mari jujur: Sumber daya waktu kita terbatas. Berapa banyak kegagalan dan kesuksesan yang bisa kita alami sendiri dalam hidup ini?

Inilah keajaiban membaca! Membaca adalah jalan pintas untuk belajar dari pengalaman orang lain. Kita bisa menyerap kebijaksanaan, insight, dan keterampilan yang dikumpulkan oleh para ahli selama bertahun-tahun, hanya dalam hitungan jam. Kita hanya perlu memilih buku dari penulis yang kompeten di bidang yang ingin kita kuasai.

Membaca adalah investasi paling efisien untuk melipatgandakan pengalaman hidup Anda.

Mari jadikan membaca sebagai kebiasaan harian. Gabungkan insight yang kita dapat dari buku-buku pengembangan diri dengan pengalaman yang kita jalani setiap hari.

Semoga langkah kecil ini terus membawa kita untuk menjadi versi terbaik dari diri kita. 💪

Saturday, December 13, 2025

Renungan Orang Hidup Tentang Kehidupan.

Ya ini adalah renungan orang hidup tentang kehidupan karena orang mati sudah tidak bisa merenung hahaha.. Baiklah, sebenarnya seperti apakah Hidup itu?

Hidup itu seperti Uap, yang sebentar saja kelihatan, lalu lenyap!
Ketika orang memuji MILIKKU, aku berkata bahwa ini HANYA TITIPAN saja.

Bahwa mobilku adalah titipanNya,
Bahwa rumahku adalah titipanNya,
Bahwa hartaku adalah titipanNya,
Bahwa putra-putriku hanyalah titipanNya...

Tapi mengapa aku tidak pernah bertanya, MENGAPA DIA menitipkannya kepadaku? UNTUK APA DIA menitipkan semuanya kepadaku.
Dan kalau bukan milikku, apa yang seharusnya aku lakukan untuk milikNya ini?
Mengapa hatiku justru terasa berat ketika titipannya itu diminta kembali olehNya?

Malahan ketika diminta kembali,
kusebut itu MUSIBAH,
kusebut itu UJIAN,
kusebut itu PETAKA,
kusebut itu apa saja, untuk melukiskan semua itu adalah DERITA...

ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan kebutuhan Duniawi,
Aku ingin lebih banyak HARTA,
Aku ingin lebih banyak MOBIL,
Aku ingin lebih banyak RUMAH,
Aku ingin lebih banyak POPULARITAS,

Dan kutolak SAKIT, Kutolak KEMISKINAN,
Seolah KEADILAN dan KASIHNYA, harus berjalan seperti penyelesaian matematika dan sesuai dengan kehendakku.

Aku rajin beribadah, maka selayaknya derita itu menjauh dariku, Dan nikmat dunia seharusnya menghampiriku..
Betapa curangnya aku, kuperlakukan Dia seolah bisnis partnerku dan bukan sebagai Kekasih!
Kuminta Dia membalas perlakuan baikku dan menolak keputusanNya yang tidak sesuai dengan keinginanku.

Duh Tuhan..

Padahal setiap hari kuucapkan, Hidup dan matiku, hanya untukMu
Ya Tuhan, Ampuni Aku, Ya Tuhan.

Mulai hari ini, ajari aku agar menjadi pribadi yang selalu bersyukur dalam setiap keadaan, dan menjadi bijaksana, mau menuruti kehendakMu saja ya Tuhan...

Sebab aku yakin Engkau akan memberi anugerah dalam hidupku,
KehendakMu adalah yang terbaik bagiku...

Ketika aku ingin hidup Kaya, aku lupa, bahwa hidup itu sendiri adalah sebuah kekayaan.
Ketika aku berat untuk Memberi, aku lupa, bahwa Semua yang aku miliki juga adalah PEMBERIAN.
Ketika aku ingin menjadi yang Terkuat, aku lupa, bahwa dalam KELEMAHAN, Tuhan memberikan aku KEKUATAN.
Ketika aku takut rugi, aku lupa, bahwa hidupku adalah sebuah KEBERUNTUNGAN, karena AnugerahNya

Ternyata hidup ini sangat indah, Ketika aku selalu BERSYUKUR kepadaNya.

Bukan karena hari ini indah, aku Bahagia - Tetapi karena aku BAHAGIA, maka hari ini menjadi Indah.
Bukan tak ada RINTANGAN maka aku menjadi OPTIMIS - Tetapi karena aku optimis, maka RINTANGAN akan menjadi tak terasa.
Bukan karena MUDAH aku YAKIN BISA - Tetapi karena aku YAKIN BISA, maka semuanya menjadi MUDAH.
Bukan karena semua Baik lalu aku tersenyum - Tetapi karena aku tersenyum, maka semua menjadi BAIK.

Tak ada hari yang MENYULITKAN aku, kecuali aku SENDIRI yang membuat SULIT.
Bila aku tidak dapat menjadi jalan besar, cukuplah menjadi JALAN SETAPAK yang dilalui orang.

--- Dikutip dari Buku Meditasi Toilet, Ariesandi, S., Cht

Wednesday, December 03, 2025

Body, Soul and Mind.

Dalam satu tahun terakhir, saya menangani klaim sakit kritis dari klien saya — satu di antaranya divonis kanker lambung, yang lain harus menjalani operasi bypass jantung. Tulisan ini bukan tentang perlindungan asuransi atau proses klaim — dua hal yang sejauh ini, selalu beres selama prosedur sesuai ketentuan perusahaan.

Yang ingin saya SOROT adalah: ketika mereka mendengar diagnosa itu, reaksi mereka sama persis — “Ya ampun, kok bisa? Saya sudah 55 tahun, gak pernah rawat inap kecuali waktu melahirkan …” atau “Saya makan sehat, rutin olahraga, hidup bersih — masa bisa kena sakit jantung?”

Saya bukan dokter — saya hanyalah orang layanan, bukan ahli medis. Tapi pertanyaan mereka terus menghantui saya. Kenapa orang sehat, yang menjalani hidup bersih, bisa tiba-tiba mendapat pukulan penyakit berat?

Jawabannya (setidaknya menurut saya) saya temukan dalam buku Healing and Recovery karya David R. Hawkins. Dalam buku ini dikemukakan ide radikal: tubuh fisik bisa menjadi cerminan dari kondisi mental dan spiritual kita. Emosi negatif yang “tertahan” — misalnya rasa bersalah, ketakutan, amarah, stres — bisa bertransformasi menjadi penyakit di level fisik.

Hawkins memberi gambaran bahwa manusia bukan hanya sekedar “tubuh”. Kita adalah gabungan dari Body, Soul and Mind — dan ketiganya berinteraksi. Jika salah satunya terguncang: mental, emosi, atau spirit — dampaknya bisa muncul bertahun-tahun kemudian, dalam bentuk penyakit serius.

Jadi, di luar disiplin medis dan gaya hidup sehat: kita harus menyadari bahwa kesehatan sejati butuh keseimbangan dan pembersihan di level batin dan pikiran. Stress, trauma, beban emosional yang tidak terselesaikan — jangan dianggap remeh. Lukanya mungkin tak kelihatan sekarang, tapi bisa menanti kesempatan untuk “meledak” di tubuh.

Kalau kita terus mengabaikan hal ini — ya, kita seperti berjalan di atas gunung berapi: hari ini tampak normal, tapi bisa saja meledak kapan saja.

Kalau kamu membaca ini dan merasa “ya, mungkin ada hal yang belum aku selesaikan dalam batin/pikiran/spirit” — pertimbangkan untuk berhenti dulu sejenak. Ambil waktu bersih-bersih emosi, refleksi, dan jaga keseimbangan inner world — sebelum sempat menghantam tubuh kita.

Salam menjaga keseimbangan — Tubuh, Jiwa dan Pikiran.

Kenyataan di Balik Persepsi!

Kemarin di kantor, saya cuma tersenyum ketika seseorang bilang: “Wah, enak ya, badanmu langsing terus.” Mereka lihat bentuk — bukan proses.

Begitu juga dengan pilihan karier: banyak yang bilang, “Asyik ya, kerjanya fleksibel, pendapatannya nggak sedikit.” Tapi saat saya tawarkan jalan itu ke mereka, tiba-tiba ribuan alasan muncul.

Itulah ironi: semua ingin hasil instan, tanpa mau melihat kerja keras di baliknya. Padahal, setiap prestasi besar — pribadi sehat, karier bagus, penghasilan layak — selalu diawali dari keputusan untuk berubah dan bertindak.

Kalau kamu saat ini masih nyaman dengan status quo, ingat: perubahan sejati hanya datang pada mereka yang mau lahirkan usaha nyata — bukan sekadar berharap. Yukk action! 😊😇😉

Monday, November 17, 2025

Kesalahan Bukan Berarti Akhir Dunia!

Untuk kalian para pembelajar dan perfeksionis muda, mari kita hadapi kenyataan ini: satu kesalahan, satu kegagalan, atau bahkan satu 'kebodohan' bukanlah hari kiamat!

Ironisnya, bagi sebagian dari kita, memaafkan diri sendiri atas kekurangan atau blunder justru jauh lebih sulit daripada memaafkan orang lain. Pola pikir yang sering muncul adalah: "Saya lebih kompeten, kenapa saya bisa salah?"

Waspadalah! Pola pikir ini adalah ciri khas dari "Fixed Mindset" yang menghambat pertumbuhan. Pola pikir ini menuntut kesempurnaan dan menjadikan kesalahan sebagai bukti ketidaklayakan.

🗺 Belajarlah dari Google Maps
Bayangkan ini: Ketika Anda sedang berkendara menggunakan Google Maps dan Anda salah belok. Apa yang dilakukan sistem navigasi?

Apakah sistem berteriak, "Dasar bodoh! Kenapa kamu salah belok?" Tentu tidak.

Sistem hanya berkata: "Rerouting..."

Sistem tidak menilai, tidak menghakimi. Ia hanya menyajikan alternatif baru—jalan baru yang mungkin justru lebih baik.

✨ Filosofi Rerouting dalam Hidup
Rerouting dalam hidup bukan berarti kegagalan. Ia mungkin saja menyelamatkan kita dari 'kemacetan' atau 'kecelakaan' di jalur lama.

Rerouting membuka mata kita pada pemandangan, kesempatan, dan pelajaran baru yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Ketahuilah, Sobat: Orang yang paling banyak bertindak adalah orang yang paling mungkin membuat kesalahan. Tetapi, orang itulah juga yang paling banyak belajar, tumbuh, dan menjadi mahir.

Jangan biarkan satu atau dua kesalahan menghentikan perjuangan Anda. Kesalahan adalah bagian alami dari proses menjadi sempurna.

Ingatlah selalu: Practice Makes Perfect. Dan praktik, tidak pernah lepas dari error dan rerouting!

Ayo, reroute pikiranmu hari ini, dan lanjutkan perjalananmu!

Monday, November 10, 2025

Hentikan Drama Korban! Kebahagiaan Sejati Ada di Genggamanmu.

Minggu lalu, sebuah pesan singkat mampir ke kotak masuk saya. Isinya menusuk, "Tri, sebutkan dua momen paling membahagiakan dalam hidupmu saat ini."

Seandainya pertanyaan ini datang tiga tahun lalu, jawaban saya mungkin klise: berhasil promosi jabatan, mendapatkan bonus besar, atau liburan mewah bersama keluarga. Intinya, hal-hal yang 'terjadi' pada saya.

Namun, setelah menyelami ilmu pengetahuan dan refleksi diri, pertanyaan selanjutnya kini jauh lebih menarik: Apa sebenarnya kebahagiaan itu, dan bagaimana kita bisa MENCIPTAKANNYA?

Banyak dari kita masih terjebak dalam pemikiran usang: "Jika saya mendapatkan apa yang saya inginkan, barulah saya bahagia."

Coba jujur, bukankah ini berarti kebahagiaan kita sepenuhnya bergantung pada faktor eksternal? Hal-hal yang berada di luar kendali kita? Itu tandanya kita sedang bermain dalam lotre takdir, dan kita sedang mempertaruhkan kedamaian batin kita pada orang lain, pada perusahaan, atau pada keadaan pasar!

Panggungmu, Kendalimu!
Bayangkan skenario ini: Anda sudah yakin akan dipromosikan, tapi ternyata tidak terjadi. Atau Anda sudah menghitung-hitung bonus tahunan, tapi mendadak tidak cair karena alasan tak terduga.

Di momen kehancuran ekspektasi seperti itu, bisakah kita tetap bahagia?
Jawabannya: YA, BISA!

Jika kebahagiaan Anda masih diikat oleh hasil eksternal (promosi, bonus, pengakuan), Anda sesungguhnya sedang menempatkan diri pada posisi sebagai korban abadi. Anda menyerahkan kekuasaan Anda untuk merasa baik kepada hal-hal yang bisa hilang kapan saja.

Teman, sudah saatnya kita berhenti berpikir bahwa kita hanyalah daun kering yang ditiup angin keadaan!

Kebahagiaan sejati, menurut para ahli, bukanlah tentang apa yang terjadi pada Anda, melainkan respon apa yang Anda berikan terhadap apa yang terjadi. Kebahagiaan adalah tentang perasaan puas dan bermakna yang Anda ciptakan dari dalam, terlepas dari kekacauan di luar.

Mari kita bangun kesadaran diri. Berhenti menyalahkan nasib. Sekarang juga, sadari keberadaanmu dan fokuskan energimu hanya pada satu hal: Mengendalikan apa yang benar-benar bisa kamu kendalikan.
  • Kendali Penuh Atas Pikiranmu: Bagaimana kamu memilih menafsirkan kegagalan.
  • Kendali Penuh Atas Usahamu: Seberapa keras kamu bekerja hari ini.
  • Kendali Penuh Atas Responmu: Bagaimana kamu bereaksi terhadap kabar buruk.
Kebahagiaan bukanlah hasil, tapi keputusan yang kamu ambil setiap hari!

Siap mengambil kembali kendali atas kebahagiaanmu? Tinggalkan peran korban dan mulai hidup sebagai sutradara kehidupanmu sendiri!